Archive for the ‘FIQH DAN SEPUTAR ILMU’ Category

Pertanyaan.

Sebagian ahli ilmu dari kalangan para praktisi dakwah dan sebagian penuntut ilmu (thalib ‘ilm), berbicara tentang masalah-masalah syari’at padahal mereka bukan ahlinya. Fenomena ini telah memasyarakat di kalangan kaum muslimin sehingga permasalahannya menjadi campur baur. Kami mengharap kepada Syaikh yang mulia untuk menjelaskan fenomena ini, semoga Allah memelihara Syaikh.

Jawaban.

Seorang muslim wajib memelihara agamanya dan hendaknya tidak meminta fatwa dari yang asal-asalan dan tidak berkompeten, tidak secara tertulis dan tidak juga lewat siaran yang dapat didengar dan tidak dari jalan apapun, baik yang berbicara itu seorang pakar maupun seorang ahli, karena yang memberikan fatwa harus mantap dalam memberikan fatwa, karena tidak setiap yang memberikan fatwa itu berkompeten untuk memberi fatwa, maka harus waspada.

Maksudnya, seorang muslim harus menjaga agamanya sehingga tidak terburu-buru dalam segala hal dan tidak menerima fatwa dari yang bukan ahlinya, tapi harus jeli sehingga bersikap hati-hati dalam kebenaran, bertanya kepada ahlul ilmi yang dikenal konsisten dan dikenal dengan keutamaan ilmunya sehingga memelihara agamanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.

Artinya : “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” [An-Nahl : 43]

Ahludz dzikr adalah ahlul ilmi yang menguasai ilmu dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Tidak boleh bertanya kepada orang yang agamanya diragukan atau keilmuannya tidak diketahui atau orang yang diketahuinya berpaling dari faham Ahlus Sunnah.

[Majalah Al-Buhuts, edisi 36, hal. 121, Syaikh Ibnu Baz]

[Fatwa Fatwa Terkini, (Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram), Darul Haq, Jil. 2, hal.203]

ETIKA BERBEDA PENDAPAT

Posted: 29 September 2010 in FIQH DAN SEPUTAR ILMU

Pertanyaan:

Syaikh yang terhormat, banyak perbedaaan pendapat yang terjadi di antara para praktisi dakwah yang menyebabkan kegagalan dan sirnanya kekuatan. Hal ini banyak terjadi akibat tidak mengetahui etika berbeda pendapat. Apa saran yang Syaikh sampaikan berkenan dengan masalah ini ?

Jawaban:

Yang saya sarankan kepada semua saudara-saudara saya para ahlul ilmi dan praktisi dakwah adalah menempuh metode yang baik, lembut dalam berdakwah dan bersikap halus dalam masalah-masalah yang terjadi perbedaan pendapat saat saling mengungkapkan pandangan dan pendapat. Jangan sampai terbawa oleh emosi dan kekasaran dengan melontarkan kalimat-kalimat yang tidak pantas dilontarkan, yang mana hal ini bisa menyebabkan perpecahan, perselisihan, saling membenci dan saling menjauhi. Seharusnya seorang dai dan pendidik menempuh metode-metode yang bermanfaat, halus dalam bertutur kata, sehingga ucapannya bisa diterima dan hati pun tidak saling menjauhi, sebagaimana Allah Subhanahu wa Taala berfirman kepada NabiNya Shallallahu alaihi wa sallam.

Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu [Ali-Imran : 159]

Allah berfirman kepada Musa dan Harun ketika mengutus mereka kepada Firaun.

Artinya : Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut [Thaha : 44]

Dalam ayat lain disebutkan.

Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik [An-Nahl : 125]

Dalam ayat lain disebutkan.

Artinya : Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka [Al-Ankabut : 46]

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Artinya : Sesungguhnya, tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali akan mengindahkannya, dan tidaklah (kelembutan itu) luput dari sesuatu kecuali akan memburukkannya [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Birr wash Shilah : 2594]

Beliaupun bersabda.

Artinya : Barangsiapa yang tidak terdapat kelembutan padanya, maka tidak ada kebaikan padanya [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Birr wash Shilah : 2592]

Maka seorang dai dan pendidik hendaknya menempuh metode-metode yang bermanfaat dan menghindari kekerasan dan kekasaran, karena hal itu bisa menyebabkan ditolaknya kebenaran serta bisa menimbulkan perselisihan dan perpecahan di antara sesama kaum muslimin. Perlu selalu diingat, bahwa apa yang anda maksudkan adalah menjelaskan kebenaran dan ambisi untuk diterima serta bermanfaatnya dakwah, bukan bermaksud untuk menunjukkan ilmu anda atau menunjukkan bahwa anda berdakwah atau bahwa anda loyal terhadap agama Alah, karena sesungguhnya Allah mengetahui segala yang dirahasiakan dan yang disembunyikan. Jadi, yang dimaksud adalah menyampaikan dakwah dan agar manusia bisa mengambil manfaat dari perkataan anda. Dari itu, hendaklah anda memiliki faktor-faktor untuk diterimanya dakwah dan menjauhi faktor-faktor yang bisa menyebabkan ditolaknya dan tidak diterimanya dakwah.

[Majmu Fatawa Wa Maqalat Mutanawwiah, Juz 5, hal.155-156, Syaikh Ibnu Baz]

[Fatwa Fatwa Terkini, (Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram), Darul Haq, Jil. 2, hal.198]

Pertanyaan:
Bagaimana seharusnya sikap seorang muslim terhadap perbedaan-perbedaan madzhab yang menyebar di berbagai golongan dan kelompok ?

Jawaban:
Yang wajib baginya adalah memegang yang haq, yaitu yang ditunjukkan oleh Kitabullah dan Sunnah RasulNya, serta loyal terhadap yang haq dan mempertahankannya. Setiap golongan atau madzhab yang bertentangan dengan yang haq, maka ia wajib berlepas diri darinya dan tidak menyepakatinya.

Agama Allah hanya satu, yaitu jalan yang lurus, yakni beribadah hanya kepada Allah semata dan mengikuti Rasulnya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka yang diwajibkan kepada setiap muslim adalah memegang yang haq dan konsisten dalam melaksanakannya, yaitu mentaati Allah dan mengikuti syariatNya yang telah dajarkan oleh NabiNya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, disertai ikhlas karena Allah dalam melaksanakannya dan tidak memalingkan ibadah sedikitpun kepada selain Allah azza wa jalla. Karena itu, setiap madzhab yang menyelisihi yang haq dan setiap golongan yang tidak menganut aqidah ini, harus dijauhi dan harus berlepas diri darinya serta mengajak para penganutnya untuk kembali kepada yang haq dengan mengungkapkan metode yang tepat sambil menasehati yang haq pada mereka dengan kesabaran

Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi ah juz 5, hal 157-158, Syaikh Ibnu Baz

[Fatwa Fatwa Terkini, (Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram), Darul Haq, Jil. 2), hal.196]

Imam Syafi’i berkata dalam salah satu riwayat yang diriwayatkan oleh Al-Khathib dalam sebuah kitab al faqih wa al-muttafaqah lahu bahwa: “Seseorang tidak diperbolehkan memberikan fatwa dalam masalah agama, kecuali bagi seseorang yang memiliki:

  • Pengetahuan tentang Al-Qur’an, baik menyangkut ayat nasikh dan mansukhnya, ayat muhkamat dan mutasyabihatnya, ta’wil (tafsir) dan tanzil (sebab turun)-nya, ayat Makkiyah dan Madaniyahnya, dan isi kandungannya.
  • Setelah itu dia harus mengetahui Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik hadits nasikh dan mansukhnya, dan dia harus mengetahui Al-Hadits tersebut seperti dia mengetahui Al-Quran, serta dia harus menggunakan hal tersebut secara adil.
  • Kemudian setelah itu dia harus mengetahui perbedaan pendapat orang yang berilmu dari berbagai penjuru, lalu mendalaminya.

Apabila sudah seperti itu, maka diperbolehkan baginya untuk mengemukakan pendapat dan memberikan fatwa dalam masalah halal dan haram. Seandainya tidak seperti itu, maka tidak diperbolehkan baginya untuk memberikan fatwa”.

[Ibnu Qayyim Al Jauziah, I’lamul Muwaqi’in (Panduan Hukum Islam), Pustaka Azzam]